Jumat, 19 Oktober 2018

POSPERTKI Apresiasi Kesepakatan Pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia



Pada hari Kamis (11/10/2018), Pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia menyepakati kerjasama bilateral Sistem Penempatan Satu Kanal (one channel) pekerja migran Indonesia (PMI). Penandatanganan kerja sama yang dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan RI M Hanif Dhakiri dengan Menteri Tenaga Kerja dan Pembangunan Sosial Kerajaan Saudi Arabia Ahmed bin Suleiman bin Abdulaziz al Rajhi.

Kesepakatan tersebut mendapat apresiasi dan disambut positif oleh salah satu penggiat PMI yaitu Sharief Rachmat yang juga merupakan pembina organisasi POSPERTKI (Posko Perjuangan TKI) di Saudi Arabia.

Sharief menilai, kesepakatan bilateral Sistem Penempatan Satu Kanal (one channel) pekerja migran Indonesia bagian dari untuk mempertegas larangan penempatan pekerja migran sektor domestik untuk perorangan. Sekaligus memberikan payung hukum perlindungan kepada pekerja migran korban penempatan un-prosudural.

Sebagaimana kita ketahui, banyak pihak yang telah melakukan pelanggaran Peraturan Menteri No 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan ke kawasan Timur Tengah. Para pihak tersebut tetap melakukan penempatan pekerja migran secara un-prosudural, Maka dengan adanya kesepakatan tersebut, Pemerintah pastinya dapat menertibkannya,” sambungnya.

Agar kesepakatan tersebut tidak sia – sia dan bisa dapat berjalan sukses dalam masa transisi sebagaimana misi utamanya yaitu mengedepankan perlindungan. Sharief meminta kepada Pemerintah untuk menseleksi secara ketat tanpa pandang bulu, baik  itu P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia), Syarikah di Saudi, dan BLK (Balai Latihan Kerja). Khususnya P3MI baik di Indonesia maupun Syarikah di Saudi yang telah melakukan pelanggaran Peraturan Menteri nomor 260 Tahun 2015 untuk tidak dilibatkan. Sekaligus penyeleksian BLK secara ketat demi melahirkan Pekerja Migran Indonesia yang berkopetensi.

Sebab, sejak diberlakukannya penghentian dan larangan Penempatan PMI pada Pengguna Perseorangan ke kawasan Timur Tengah, banyak P3MI dan Syarikah yang melakukan pelanggaran dan tetap melakukan penempatan secara un-prosudural. Sebelum ada kesepakatan saja mereka sudah melakukan pelanggaran, apalagi sudah ada kesepakatan akan lebih leluasa mereka melakukan pelanggaran,” jelasnya.

Untuk itu, Sharief mewakili POSPERTKI di Saudi Arabia meminta kepada Pemerintah untuk bersikap tegas tidak melibatkan pihak – pihak yang telah melakukan pelanggaran pasca adanya kesepakatan. Dan akan lebih baik lagi, Pemerintah merilis nama – nama P3MI dan syarikah yang melakukan pelanggaran kepada publik sebagai bentuk transparansi serta menghindari modus – modus yang memanfaatkan kesepakatan tersebut.

POSPERTKI sendiri mempunyai data P3MI dan Syarikah yang melakukan pelanggaran. Sebagai mitra Pemerintah dan demi perlindungan pekerja migran, POSPERTKI akan mengawal kesepakatan kerjasama bilateral Pemerintah Indonesia dengan Saudi Arabia tentang Sistem Penempatan Satu Kanal (one channel) pekerja migran Indonesia (PMI).

Sebelumnya, Hanif Dhakiri Menteri Tenaga Kerja RI menjelaskan kerjasama ini tidak berarti mencabut Peraturan Menteri No 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan ke kawasan Timur Tengah. Sebaliknya, kesepakatan ini adalah kebijakan untuk memastikan tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaan kebijakan penghentian dan pelarangan PMI ke Timur Tengah. Sekaligus pembenahan tata kelola penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik terkait perlindungan maupun peningkatan kesejahteraan.

Kerjasama ini bersifat uji coba secara terbatas, yakni dengan jumlah PMI tertentu, dilakukan evaluasi setiap tiga bulan, lokasi tertentu (Jeddah, Madinah, Riyadh, dan wilayah timur, yaitu Damam, Qobar, Dahran) dan jabatan tertentu (baby sitter, family cook, elderly caretaker, family driver, child careworker, housekeeper).

Setidaknya, ada 21 point penting pada Sistem Penempatan Satu Kanal, yang pada kerja sama sebelumnya tidak diatur, dan menjadi titik lemah dalam perlindungan pekerja migran. Poin baru tersebut antara lain, proses rekrutmen dan penempatan PMI melalui sistem online terintegrasi yang memungkinkan kedua pemerintah melakukan pengawasan, pemantauan dan evaluasi.

PMI tak lagi bekerja dengan sistem kafalah (majikan perseorangan), melainkan sistem syarikah (perusahaan yang ditunjuk dan bertanggungjawab kepada pemerintah Arab Saudi). Sistem ini mempermudah PMI dan pemerintah Indonesia melakukan perlindungan. Perjanjian kerja juga mengacu pada kontrak kerja yang telah ditetapkan berdasarkan prinsip kerja yang layak. Gaji dibayarkan melalui perbankan, sehingga pembayaran gaji dapat diawasi dan apabila terjadi keterlambatan pembayaran dapat segera terdeteksi.

Selain itu, Dirjen Pembinaan, Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan, Maruli A. Hasoloan menambahkan, gaji bersih minimum USD 400 (sekitar 1500 riyal Saudi) yang dibayarkan melalui rekening bank atas nama pekerja, yang dibayarkan setiap akhir bulan. Jam kerja per hari maksimal 10 jam serta berhak tinggal di asrama yang disediakan oleh syarikah kecuali untuk jabatan Baby Sitter, Elderly Care Taker, Child Care. Aturan lembur dan libur diatur secara ketat.

Pekerja migran juga memiliki hak berkomunikasi dengan keluarga/kerabat/perwakilan RI, hak beribadah,memegang sendiri paspor/dokumen identitas diri. Diikutsertakan asuransi yang meng-cover kecelakaan kerja dan kesehatan. Berhak fasilitasi kepulangan setelah selesai kontrak atau situasi darurat. Pemberi kerja wajib memberikan akomodasi dan konsumsi yang layak, istirahat saat sakit dan biaya pengobatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar