Pada hari Kamis
(11/10/2018), Pemerintah Indonesia dan Saudi
Arabia menyepakati kerjasama bilateral Sistem Penempatan Satu Kanal (one
channel) pekerja migran Indonesia (PMI). Penandatanganan kerja sama yang dilakukan
oleh Menteri Ketenagakerjaan RI M Hanif Dhakiri dengan Menteri Tenaga Kerja dan
Pembangunan Sosial Kerajaan Saudi Arabia Ahmed bin Suleiman bin Abdulaziz al
Rajhi.
Kesepakatan tersebut mendapat apresiasi dan disambut
positif oleh salah satu penggiat PMI yaitu Sharief Rachmat yang juga merupakan
pembina organisasi POSPERTKI (Posko Perjuangan TKI) di Saudi Arabia.
Sharief menilai, kesepakatan bilateral Sistem
Penempatan Satu Kanal (one channel) pekerja migran Indonesia bagian dari untuk
mempertegas larangan penempatan pekerja migran sektor domestik untuk
perorangan. Sekaligus memberikan payung hukum perlindungan kepada pekerja
migran korban penempatan un-prosudural.
Sebagaimana kita ketahui, banyak pihak yang telah
melakukan pelanggaran Peraturan Menteri No 260 Tahun 2015 tentang Penghentian
dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan ke kawasan Timur
Tengah. Para pihak tersebut tetap melakukan penempatan pekerja migran secara
un-prosudural, Maka dengan adanya kesepakatan tersebut, Pemerintah pastinya
dapat menertibkannya,” sambungnya.
Agar kesepakatan tersebut tidak sia – sia dan bisa
dapat berjalan sukses dalam masa transisi sebagaimana misi utamanya yaitu
mengedepankan perlindungan. Sharief meminta kepada Pemerintah untuk menseleksi
secara ketat tanpa pandang bulu, baik
itu P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia), Syarikah di
Saudi, dan BLK (Balai Latihan Kerja). Khususnya P3MI baik di Indonesia maupun Syarikah
di Saudi yang telah melakukan pelanggaran Peraturan Menteri nomor 260 Tahun
2015 untuk tidak dilibatkan. Sekaligus penyeleksian BLK secara ketat demi
melahirkan Pekerja Migran Indonesia yang berkopetensi.
Sebab, sejak diberlakukannya penghentian dan larangan Penempatan
PMI pada Pengguna Perseorangan ke kawasan Timur Tengah, banyak P3MI dan
Syarikah yang melakukan pelanggaran dan tetap melakukan penempatan secara
un-prosudural. Sebelum ada kesepakatan saja mereka sudah melakukan pelanggaran,
apalagi sudah ada kesepakatan akan lebih leluasa mereka melakukan pelanggaran,”
jelasnya.
Untuk itu, Sharief mewakili POSPERTKI di Saudi Arabia
meminta kepada Pemerintah untuk bersikap tegas tidak melibatkan pihak – pihak
yang telah melakukan pelanggaran pasca adanya kesepakatan. Dan akan lebih baik
lagi, Pemerintah merilis nama – nama P3MI dan syarikah yang melakukan
pelanggaran kepada publik sebagai bentuk transparansi serta menghindari modus –
modus yang memanfaatkan kesepakatan tersebut.
POSPERTKI sendiri mempunyai data P3MI dan Syarikah yang melakukan pelanggaran. Sebagai mitra Pemerintah dan demi perlindungan pekerja migran, POSPERTKI akan mengawal kesepakatan kerjasama bilateral Pemerintah Indonesia dengan Saudi Arabia tentang Sistem Penempatan Satu Kanal (one channel) pekerja migran Indonesia (PMI).
Sebelumnya, Hanif Dhakiri Menteri Tenaga Kerja RI
menjelaskan kerjasama ini tidak berarti mencabut Peraturan Menteri No 260 Tahun
2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna
Perseorangan ke kawasan Timur Tengah. Sebaliknya, kesepakatan ini adalah
kebijakan untuk memastikan tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaan kebijakan
penghentian dan pelarangan PMI ke Timur Tengah. Sekaligus pembenahan tata
kelola penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik terkait perlindungan
maupun peningkatan kesejahteraan.
Kerjasama ini bersifat uji coba secara terbatas, yakni
dengan jumlah PMI tertentu, dilakukan evaluasi setiap tiga bulan, lokasi
tertentu (Jeddah, Madinah, Riyadh, dan wilayah timur, yaitu Damam, Qobar,
Dahran) dan jabatan tertentu (baby sitter, family cook, elderly caretaker,
family driver, child careworker, housekeeper).
Setidaknya, ada 21 point penting pada Sistem
Penempatan Satu Kanal, yang pada kerja sama sebelumnya tidak diatur, dan
menjadi titik lemah dalam perlindungan pekerja migran. Poin baru tersebut
antara lain, proses rekrutmen dan penempatan PMI melalui sistem online
terintegrasi yang memungkinkan kedua pemerintah melakukan pengawasan,
pemantauan dan evaluasi.
PMI tak lagi bekerja dengan sistem kafalah (majikan
perseorangan), melainkan sistem syarikah (perusahaan yang ditunjuk dan
bertanggungjawab kepada pemerintah Arab Saudi). Sistem ini mempermudah PMI dan
pemerintah Indonesia melakukan perlindungan. Perjanjian kerja juga mengacu pada
kontrak kerja yang telah ditetapkan berdasarkan prinsip kerja yang layak. Gaji
dibayarkan melalui perbankan, sehingga pembayaran gaji dapat diawasi dan
apabila terjadi keterlambatan pembayaran dapat segera terdeteksi.
Selain itu, Dirjen Pembinaan, Penempatan dan Perluasan
Kesempatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan, Maruli A. Hasoloan menambahkan,
gaji bersih minimum USD 400 (sekitar 1500 riyal Saudi) yang dibayarkan melalui
rekening bank atas nama pekerja, yang dibayarkan setiap akhir bulan. Jam kerja
per hari maksimal 10 jam serta berhak tinggal di asrama yang disediakan oleh
syarikah kecuali untuk jabatan Baby Sitter, Elderly Care Taker, Child Care.
Aturan lembur dan libur diatur secara ketat.
Pekerja
migran juga memiliki hak berkomunikasi dengan keluarga/kerabat/perwakilan RI,
hak beribadah,memegang sendiri paspor/dokumen identitas diri. Diikutsertakan
asuransi yang meng-cover kecelakaan kerja dan kesehatan. Berhak fasilitasi
kepulangan setelah selesai kontrak atau situasi darurat. Pemberi kerja wajib
memberikan akomodasi dan konsumsi yang layak, istirahat saat sakit dan biaya
pengobatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar