Minggu, 15 Juli 2018

WNI di Luar Negeri Terancam Tak Dapat Memilih di Pemilu 2019

Sharief Rachmat, Ketua DPLN PDI Perjuangan Saudi Arabia


Jeddah - WNI di luar Negeri atau Pekerja Migran Indonesia khususnya yang berstatus overstayer atau undocument terancam kehilangan hak memilih dalam Pemilu 2019. Hal ini dikarenakan selain namanya belum masuk daftar pemilih, sekaligus tidak dapat mendaftar sebagai pemilih karena terbentur dengan peraturan dan perundang undangan Pemilu.

Berdasarkan Pasal 13 ayat 4 poin (a) dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum RI Nomor 12 tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Luar Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilu yang berbunyi PPLN dibantu oleh Pantarlih LN meminta Pemilih menunjukkan Paspor atau KTP-el atau SPLP yang masih berlaku atau dokumen lain yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan merupakan Warga Negara Indonesia.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum RI Nomor 12 tahun 2018 yang menjadi rujukan Panitia Pemilu Luar Negeri, yang hingga saat ini belum dapat mengakomodir WNI Overstayer yang dokumen identitasnya habis masa berlakunya serta yang tidak memiliki dokumen.

Menanggapi hal tersebut, Sharief Rachmat yang merupakan Ketua DPLN PDI Perjuangan Saudi Arabia meminta kepada KPU RI untuk menerbitkan peraturan khusus agar WNI di luar negeri dapat menggunakan hak suaranya tanpa diskriminatif baik itu yang berstatus legal maupun overstayer. Jumlah WNI di luar negeri atau Pekerja Migran Indonesia yang berstatus overstayer tak kalah banyak dengan yang berstatus legal.

Yang namanya berstatus overstayer, tentu dokumen identitasnya sudah habis masa berlaku dan bisa jadi tidak memilik dokumen. Apalagi sampai mewajibkan harus memiliki e-ktp, dan ini sangat mustahil dan tidak masuk akal. Kalaupun ada SPLP, itupun sudah habis masa berlakunya dan sangat tidak mungkin untuk diperbaharui," ujar Sharief pada Minggu (15/07/2018) di kota Jeddah.

Bila menelaah pasal 13 ayat 4 poin (a) dalam PKPU nomor 12 tahun 2018, juga disebutkan “dokumen lain yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan merupakan WNI”.  Hal itu juga bisa diasumsikan pula dokumen apapun baik itu masih berlaku atau sebaliknya bisa dijadikan syarat,” sambungnya

Merujuk pada Pemilu 2014 di Saudi Arabia, partisipasi pemilih itu lebih dominan yang berstatus overstayer serta yang tidak terdaftar dalam DPTLN atau dalam artian baru mendaftar saat pemungutan suara.

Karena mengetahui sikon dilapangan, KPU RI saat itu pada Pemilu 2014 menerbitkan kebijakan untuk memudahkan WNI atau PMI tanpa terkecuali dan tanpa diskriminatif. Seperti selama WNI tersebut dapat menunjukkan sebagai WNI atau paling tidak dapat menyanyikan Lagu Indonesia Raya, mereka sudah dapat menggunakan hak suaranya. Selain itu, tidak ada diskriminatif waktu penggunakan hak suara yang sudah terdaftar dalam DPT maupun yang baru daftar saat pemungutan suara,” lanjutnya.

“Jangan bermimpi berlebihan bila KPU RI ingin partisipasi pemilih di luar negeri dalam Pemilu 2019 meningkat, bila masih mempertahankan peraturan tersebut. Semua perwakilan Partai Politik maupun Komunitas WNI di Saudi Arabia sudah menyampaikan hal tersebut ke PPLN (Panitia Pemilu Luar Negeri) di Saudi Arabia, tetapi hingga saat ini belum ada titik terang dari KPU RI,” ungkap Sharief Rachmat.

Kekhawatiran KPU RI perihal potensi kecurangan Pemilu di luar negeri seperti dua kali memilih hal yang patut diperhatikan bersama. Hanya saja Sharief menambahkan, potensi kecurangan tersebut berada dalam pemungutan suara KSK (Kotak Suara Keliling) atau pada Pemilu 2014 disebut Dropbox,” tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar